Buru-buru
Paris berlari menuju kamar mandi itu.
“Ah~” Paris meringis. Kakinya berdarah karena tak sengaja menginjak pecahan kaca. Dilihatnya cermin itu sudah retak, dan sebagiannya lagi kini sudah hancur berantakan.
“Ah~” Paris meringis. Kakinya berdarah karena tak sengaja menginjak pecahan kaca. Dilihatnya cermin itu sudah retak, dan sebagiannya lagi kini sudah hancur berantakan.
Paris
kembali mengatur langkahnya, ia mencoba berhati-hati agar tidak terinjak
pecahan beling sialan itu
“Pergi...atau mati!” Betapa
terkejutnya Paris tatkala ia mendapati sebuah torehan darah di bagian cermin
yang masih utuh tersebut. Dahinya berkerut, lalu menyimpulkan senyuman konyol.
“Benarkah?
Semudah itu kalian mengusirku? Hah.. kalian pikir aku takut?” Paris menggumam.
Paris mengira ini semua pekerjaan teman-teman ‘slutty bitch’ mendiang Nicole.
“Jangan
macam-macam, atau kalian akan kubuat seperti Nicole!” papar Paris sedikit
bercanda.
Whoooossssh...
Mendadak
jendela kamar mandi terbuka dengan keras, membuat Paris terlonjak kaget. Angin
kencang begitu deras mengibaskan rambut panjangnya. Jantungnya kembali berdegup
keras. “A..apa aku salah bicara?” Paris
ketakutan.
Ia sengaja
tak membalikkan badannya. Namun tetap saja, Paris kembali melihat sosok tubuh
janggal yang terpantul di cermin retak itu. Paris mengenali itu! Sosok
perempuan yang pernah muncul dalam mimpinya.
“Oh Tuhan!”
desis Paris gemetar. “A..apa yang kau inginkan??!” Paris mencoba mengumpulkan
seluruh nyalinya yang masih tersisa.
Sayangnya,
sosok itu terus berjalan mengarah Paris.
Lari..ayo cepat lari!.
Sekuat
tenaga Paris menderapkan kakinya menuju kembali ke kamar.
“Ahk~”
Lagi-lagi kakinya tak sengaja menginjak kepingan kaca itu. Akan tetapi, Paris
tak menghiraukannya ia tetap saja menyeret kedua kakinya yang terasa kaku itu.
“Pergi...atau mati!”
TULISAN ITU.
Tulisan itu kini berada dimana-mana. Tembok kamar, layar televisi, lemari,
pintu. Sialan!! Apa maksud semua itu?
Paris mulai
cemas. Dan kini hatinya sangat yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Bukan... ini bukan sekedar kebetulan.
“BRAKKHHH...!”
Lemari yang
tepat berada di depan Paris berdiri roboh. Jendela-jendela ruangan itu terbuka
lebar ditambah angin menderu-deru di balik kibasan tirai tipis itu.
When you’re all alone
Just take my hand
Hold on
Call my name, and i’ll make you strong
Don’t regret to know me
Don’t stay around
Because i’m on your side
To help you, killing for someone...
Lagu itu
kembali memenuhi indra pendengaran Paris.
“Ke..kenapa
lagu itu?” desis Paris panik.
“Aku harus
lari dari sini!!!” tekad Paris sedikit gentar seraya menyeret kakinya yang kini
sudah berlumur darah akibat pecahan beling tadi.
"BRAKKKKH.."
Tepat disaat
Paris hendak melarikan diri tiba-tiba pintu satu-satunya menuju keluar kamar
itu terkunci rapat.
"Ahk..sial!"
dengus Paris dengan nafas yang memburu.
Dengan asa
yang mulai menipis, Paris terus menerus menggedor-gedor pintu antik itu.
"Siapapun, tolong bukakan pintu ini..." pintanya dengan suara yang
mulai mengecil. Namun, untuk ke sekian kalinya sesuatu yang entah bagaimana
bentuknya kini muncul dengan gontaian kaki yang tampak aneh. Tubuhnya ringkih
dengan dibalut kulit yang terlihat keriput dan kasar. Makhluk itu menyeringai
janggal.
Paris
mencoba melontarkan vas bunga keramik yang berada disampingnya. Sial, makhluk
itu tetap tak bergeming dan terus melangkahkan benda yang..mungkin
"agak" menyerupai sepasang tungkai kaki.
Paris segera
meraih gagang pintu itu, berharap daun pintu itu dapat terbuka lagi.
"CKRAKK..." Ahh..berhasil! Pintu pun tak sengaja terbuka.
Angin nampaknya berhembus semakin deras meraung-raung menembus jendela kamar.
Tak peduli, makhluk itu nampaknya seperti orang bodoh berjalan menuju tempat
Paris berdiri.
Cepat-cepat
ia berlari sekencang mungkin. Paris tak menghiraukan meskipun telapak kakinya
masih bersimbah darah akibat pecahan beling sialan itu. Dengan dibekali sisa
tenaganya, Paris berlari menuju kamar khusus rektor kampus itu.
"Nyonya
Brighton... kumohon buka pintunya. Nyonya?? Nyonya...?" panggil Paris
bertubi-bertubi dengan nafas yang masih tersengal-sengal.
"Ada
apa malam begini, Paris??" Sedetik kemudian muncul perempuan paruh baya
berkacamata tebal dengan rambut keriting pirangnya.
"Kau
tak akan percaya, Nyonya. Dan..." Entah apakah karena takut atau sebab
lainnya, tangisan Paris membuncah. "Aku yakin, kau tak akan
mempercayainya" Paris mengulangi ucapannya.
Nyonya Brighton
semakin tampak bingung. "A..apa maksudmu?" Ujarnya dengan kedua alis
terangkat.
Belum sempat
Paris menjelaskan semuanya, mendadak datang segerombolan perempuan
"norak" itu. "Hey, Nyonya Brighton... dan, huh..Paris? Untuk apa
kau berada disini?" tanya Alexa dengan tatapan penuh selidik.
"Wah,
kau menangis ya?" ejek Shally cengengesan.
"Nyonya,
ada apa dengan bocah ini?" Alexa mengalihkan pandangannya.
Sedangkan
Nyonya Brighton hanya mengangkat kedua bahunya saja. "Entahlah, kau tanya
sendiri saja" sahut Nyonya Brighton menggeleng-geleng kecil.
Cepat-cepat
Paris mengusap seluruh sisa airmatanya. "Ti..tidak ada apa-apa..."
sahut Paris sedikit acuh lalu berbalik menuju kamarnya kembali.
Alexa
tercenung heran. "Kenapa anak itu?" tanyanya bingung, lalu tertawa
kecil.
Paris
mendengus kesal. Ia ingin sekali membuktikan bahwa hal itu memang ada!
"Paris~"
"Paris~"
Paris
tersontak kaget. Ah~ ternyata Aidan.
"Kau
malam-malam begini belum juga tidur?" tanya lelaki itu seraya mengusap-usap
rambutnya yang basah dengan handuk mungilnya.
"Jadi...
Apa itu mengganggumu?" balas Paris ketus. Aidan hanya mencibir lalu meraih
gagang pintunya.
"Oh!!"
Aidan sengaja membuat Paris terperanjat. Dasar bocah sialan! Batin Paris geram.
"Aku tahu..."
Aidan tersenyum aneh seraya melangkah mendekati Paris. "Aku tahu...kau tak
bisa tidur karena terus memikirkan aku. Benar kan?" goda Aidan dengan
mencondongkan wajahnya ke arah Paris.
Dengan
segera Paris mendorong wajah konyol Aidan agar menjauh darinya."Ini sudah
malam, hentikan tingkah konyolmu!" desis Paris campur aduk, lalu kembali
ke dalam kamarnya.
"AHAHAHAHAH"
Aidan tertawa lepas. Ia terus terkekeh-kekeh bagaikan anak kecil yang baru saja
medapatkan terompet tahun barunya. Benar-benar konyol!
Sejenak
Paris ikut menahan tawanya karena ulah aneh Aidan tadi. Tapi itu hanya
berlangsung sekejap. Paris merasakan atmosfer yang tak menyenangkan
dan...mungkin bisa dibilang tampak asing dari seperti kamar asrama biasa.
Paris
mengehela nafasnya. Tulisan itu!!! Tidak, itu sudah menghilang. Lemari yang
tadinya sempat "roboh", yang entah bagaimana caranya kini sudah kembali
berdiri seperti semula. Ruangan yang tadinya sudah terlihat sungguh dan sangat
berantakan, kini sudah kembali tertata rapi. A..apa maksud semua itu?
Malam itu
memang menyisakan suatu hal yang...yaa entah apa lah. Pukul 01.27. Suasana
asrama kini sudah semakin sepi. Memang, masih sedikit terasa berisik karena
seperti biasa, Alexa dan dedengkotnya itu masih sibuk berajojing dengan musik-musik
aneh tanpa peduli waktu. Mrs. Gordon, si penjaga asrama pun sudah capai
mengingatkannya. Namun, Paris dapat merasakan bahwa malam ini mulai sepi karena
mungkin tak ada "sesuatu" atau "seseorang" yang terus
menerus menggedor pintu kamarnya seperti biasa. Dan itu sudah lebih dari cukup
untuk membuatnya terganggu.
Paris
merebahkan tubuh indahnya ke atas ranjang itu. Ia berusaha untuk tak terlalu
memikirkan hal tadi. Ya begitulah Paris, ia menganggap apapun di dunia ini
adalah hal yang "tak terlalu" besar, yang mungkin memberinya sedikit
kesempatan untuk tak membuang-buang waktu guna memikirkannya.
Kini Paris
sudah terlelap. Benar-benar terlelap.
When you’re all alone
Just take my hand
Hold on
Call my name, and i’ll make you strong
Don’t regret to know me
Don’t stay around
Because i’m on your side
To help you, killing for someone...
Paris
mungkin sudah terlalu jauh melintasi alam bawah sadarnya. Sekarang, sepertinya
ia kembali ke masa lalu—entah di era kapan—dan lagi-lagi ini bersetting kampus!
"Siapa
gadis itu?" gumam Paris bingung tatkala mendapati seorang dara yang
nampaknya seusia dengannya. Tanpa disadari atau tidak, Paris dan gadis itu
memiliki wajah yang serupa. Yaa sekali lagi, SERUPA.
Paris terkecoh.
Apakah itu dirinya, atau orang lain yang memang kebetulan memiliki rupa yang
sama. Paris terus mengamati gerak-gerik gadis itu. Dan Paris tahu, bahwa gadis
itu dulu pernah menuntut ilmu di kampus ini.
"Hai
Noel...!" sapa seorang gadis dengan tatanan rambut gothic kepada
gadis-yang-mirip-Paris-itu.
Noel?
Itukah nama gadis tersebut? Batin Paris semakin penasaran. Ia yakin, gadis itu
sangat berkaitan dengan hal janggal yang akhir-akhir ini sering menghantui
dirinya.
Tak lama
gadis yang diketahui bernama Noel itu menghampiri seorang pria bergaya ala
rapper dengan bibir mengapit sebatang rokok.
Sayangnya,
Paris tak dapat mendengar percakapan mereka dengan jelas. Tunggu! Paris baru
saja mendapatkan satu petunjuk.
Yep, benar
ruang fakultas desain grafis. Fakultas Aidan! Tidak salah lagi. Paris mendapati
Noel dan teman-temannya duduk bercengkerama tepat di koridor ruangan itu.
Misi
selanjutnya, Paris harus mencari nama lengkap gadis itu. Tapi bagaimana caranya?
Bertanya langsung pada gadis berambut coklat itu? Sedangkan jasad Paris kini
sedang transparan, dan kemungkinan kecil gadis itu dapat melihatnya.
Tiba-tiba
sepasang bola mata Paris tertuju pada sebuah papan nama yang sedang digenggam
pria rapper itu. Baiklah, mungkin dengan ini bisa mempermudah langkahnya. Pikir
Paris.
"Nomor
urut 16, Noel R. Anderson... ah~"
Belum sempat
Paris mengintip papan nama itu, lelaki itu segera berlalu sembari menenteng
benda tersebut. Siaaaaaal.
Kampus
berubah sepi. Tak ada siapa-siapa disana. Noel?! Gadis itu dimana? Paris segera
mengedarkan seluruh pandangannya hendak mencari kemana perginya gadis misterius
itu.
"BRAKKHHH...KRAAAKKKH!"
Paris dapat
mendengar dengan jelas suara itu. Tanpa berpikir panjang lama lagi, gadis
bermata biru itu segera berlari melihat apa yang terjadi.
Dan...
TRAGIS.
Seorang gadis jatuh dari balkon asrama dan sialnya lagi Paris tak tahu persis
dari tingkat berapa gadis itu terjatuh. Namun sepertinya cukup parah dengan
kepala dan muka yang kini sudah...
Astaga,
mimpi ini hampir sama dengan bayangan dimana Paris masih berada dalam acar
pemakaman Nicole. "Gadis yang mati terbunuh dengan modus terjatuh
dari...balkon," dan waktu itu, korban kekejian itu adalah Chloe! Lantas,
Paris menjongkokan tubuhnya untuk memastikan siapa gadis ini.
"A..apa-apaan
ini...?!!" Paris tercengang bercampur histeris. Gadis ini, gadis yang
bertatanan ala gothic yang tadi bersama...Noel. Ada apa dengan gadis ini?
Kenapa gadis ini mati terbunuh? Noel? Apakah ini berhubungan dengan Noel?
Paris hendak
menoleh ke arah belakang. Diluar dugaan, Noel sudah berada tepat dibelakang
punggung Paris dengan pisau dapur yang kini ia genggam. Belum sempat Paris
menghindar, gadis itu segera mengayunkan pisaunya ke arah Paris, dan tentu
saja....
"AHHHHHHHHHHHHHHHH~"
Paris
terbangun dari tidurnya. "Noel..." desis Paris lirihnya. Kini
badannya basah oleh peluh dingin, nafasnya terus memburu. Pukul 03.49 dinihari.
Masih tampak gelap dengan udara dingin menyelimuti.
XOXOXOXO
"Ayah..." Paris menelepon ayahnya pagi itu, ia ingin menceritakan
semuanya pada Michael. Ia tahu, hanya Michael lah orang satu-satunya dapat
percaya dengan ini, selain Aidan dan Chloe.
"Iya Parry?" sahut Michael dari seberang sana.
"Ayah, kau mungkin tak percaya dengan ini. Tapi sungguh ayah, aku
merasakannya!"
"Apa maksudmu, Nak?" jawab Michael tak paham.
"Begini..." Belum sempat Paris meneruskan pembicaraannya, keburu
Chloe memanggilnya dari luar kamar untuk mengajaknya berangkat ke kampus
sebentar. Paris berdecak kesal.
"Ma..maaf
ayah, sepertinya nanti saja aku
ceritakan padamu," cepat-cepat Paris memutuskan hubungan telfonnya dan
segera keluar kamar.
Seperti
biasa, di kelas Paris hanya menyendiri dan terkadang orang-orang disekitarnya
mencemoohnya karena kasus kematian Nicole tempo hari.
"Hey
b*tch, masih berani kau muncul?!!" hardik Waggos, pria kulit hitam dengan
tindikan di lidah itu.
"Memang
kenapa?" sahut Paris acuh tak acuh.
"Kenapa?
HAHAHA! Kau masih bertanya kenapa? Dasar pembunuh tidak tahu diri!!!"
Paris
benar-benar sakit hati dengan perkataan mulut sampah itu. Namun, ia lebih
memilih diam, diam, diam dan diam entah sampai kapan ia harus diam.
Sedetik
kemudian, Ms. Hoang, dosen blasteran American-Vietnamese itu masuk ke
kelas membuat seisi ruangan diam tak berkutik. Tatapan sangar dari mata sipit
perempuan itu mampu menyihir seluruh mahasiswa sekampus untuk segera mati
berdiri. Kecuali Paris. Mata beningnya itu terus saja menelusuri apa-apa yang
berada diluar jendela itu.
Mendadak,
Paris menangkap seorang gadis sedang berdiri dibawah pondok yang berhadapan
dengan jendela kelas. Paris yang kebetulan duduk di pojok, sampingjendela dapat
melihatnya dengan jelas. Lagi-lagi dengan rasa penasaran yang tinggi, Paris
ingin tahu siapa gadis itu. Kenapa disaat jam begini gadis itu masih saja
diluar kelas. Apakah dia bolos? Atau dihukum? Atau...
Bukan,
sepertinya gadis itu bukan mahasiswa sini. Gadis itu masih tampak terlalu
kecil untuk menjadi mahasiswi disini. Dan, gadis itu mungkin...
Paris
berusaha membongkar kembali seluruh memori ingatannya. Kalau tidak salah, gadis
itu juga pernah berada disitu dan Paris melihatnya. De javu. Mungkin Paris
mengalami sindrom yang hampir mirip dengan sixth-senses itu. Entahlah...
Gadis itu
mengangkat kepalanya, wajahnya tampak begitu pucat melebihi pucatnya pengidap
vitiligo ataupun albino. Refleks saja gadis mungil tersebut balas menatap
Paris, jadi kesimpulannya Paris dan gadis itu saling bertemu pandang. Tatapan
Paly--sebutan Paris kepada gadis kecil itu--sangat dingin, walaupun sinar
matahari menerpanya kala itu. Mata karamelnya sangat tajam membuat Paris
sedikit bergidik, namun itu tak mebuat Paris melepaskan pandangannya dari gadis
berponi rata tersebut. Lamat-lamat Paris mengamatinya. Rambutnya coklat gelap,
panjang sebahu dengan poni rata menutupi alisnya. Bibirnya tipis namun pucat.
Umurnya mungkin masih sekitar 14 tahunan.
"NONA
JACKSON!!"
Sontak Paris
terlonjak dari duduknya mendengar betapa dahsyatnya bentakan Ms. Hoang yang
menggelegar ke seluruh penjuru ruangan. Membuat jantung disetiap orang yang
mendengarnya berpacu hebat.
"Apa
yang kau lihat diluar sana??!" tegur wanita Vietnam itu sinis dengan suara
beratnya.
"Itu...tadi,
aku melihat seorang mahasiswi berdiri dibawah pondok tersebut dan aku penasaran
apakah dia sengaja bolos dari kelasnya,atau..."
"Mahasiswi?
Siapa?!" potong Ms. Hoang.
Paris segera
menunjuk ke arah luar. Dan begitupun dengan Ms. Hoang, ia mencondongkan
kepalanya ke luar jendela. "Mahasiswi mana yang kau maksud?"
"Gadis
berambut coklat disana..." jawab Paris cepat.
"Tak
ada siapapun disana...!! Apa kau ingin menipuku, Nona Jackson?!!" bentak
Ms. Hoang ganas.
Paris
menggeleng cepat. "Tidak...percayalah padaku, tadi itu.." Namun
sekeras apapun Paris mengelak, tak ada kata ampun bagi Ms. Hoang.
Sial.
Secepat itu, gadis pucat tersebut menghilang. Kemana dia? Siapa dia? untuk apa
dia disini?
"Noel
R. Anderson" mendadak ingatan Paris terputar
kembali menuju mimpi dimana ia berjumpa dengan gadis yang serupa dengannya.
Paris makin tak mengerti, kenapa hanya dia yang mengalami kejadian gila itu? Kenapa
bukan yang lainnya saja? Kenapa harus Paris?
No comments:
Post a Comment