Friday, December 16, 2011

"The Bloody Mirror" [5st Chapter]




Buru-buru Paris berlari menuju kamar mandi itu.
“Ah~” Paris meringis. Kakinya berdarah karena tak sengaja menginjak pecahan kaca. Dilihatnya cermin itu sudah retak, dan sebagiannya lagi kini sudah hancur berantakan.
Paris kembali mengatur langkahnya, ia mencoba berhati-hati agar tidak terinjak pecahan beling sialan itu
“Pergi...atau mati!” Betapa terkejutnya Paris tatkala ia mendapati sebuah torehan darah di bagian cermin yang masih utuh tersebut. Dahinya berkerut, lalu menyimpulkan senyuman konyol.
“Benarkah? Semudah itu kalian mengusirku? Hah.. kalian pikir aku takut?” Paris menggumam. Paris mengira ini semua pekerjaan teman-teman ‘slutty bitch’ mendiang Nicole.
“Jangan macam-macam, atau kalian akan kubuat seperti Nicole!” papar Paris sedikit bercanda.
Whoooossssh...
Mendadak jendela kamar mandi terbuka dengan keras, membuat Paris terlonjak kaget. Angin kencang begitu deras mengibaskan rambut panjangnya. Jantungnya kembali berdegup keras. “A..apa aku salah bicara?”  Paris ketakutan.
Ia sengaja tak membalikkan badannya. Namun tetap saja, Paris kembali melihat sosok tubuh janggal yang terpantul di cermin retak itu. Paris mengenali itu! Sosok perempuan yang pernah muncul dalam mimpinya.
“Oh Tuhan!” desis Paris gemetar. “A..apa yang kau inginkan??!” Paris mencoba mengumpulkan seluruh nyalinya yang masih tersisa.
Sayangnya, sosok itu terus berjalan mengarah Paris.
Lari..ayo cepat lari!.
Sekuat tenaga Paris menderapkan kakinya menuju kembali ke kamar.
 “Ahk~” Lagi-lagi kakinya tak sengaja menginjak kepingan kaca itu. Akan tetapi, Paris tak menghiraukannya ia tetap saja menyeret kedua kakinya yang terasa kaku itu.
“Pergi...atau mati!”
TULISAN ITU. Tulisan itu kini berada dimana-mana. Tembok kamar, layar televisi, lemari, pintu. Sialan!! Apa maksud semua itu?

Paris mulai cemas. Dan kini hatinya sangat yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Bukan... ini bukan sekedar kebetulan.
“BRAKKHHH...!”
Lemari yang tepat berada di depan Paris berdiri roboh. Jendela-jendela ruangan itu terbuka lebar ditambah angin menderu-deru di balik kibasan tirai tipis itu.
When you’re all alone
Just take my hand
Hold on
Call my name, and i’ll make you strong
Don’t regret to know me
Don’t stay around
Because i’m on your side
To help you, killing for someone...

Lagu itu kembali memenuhi indra pendengaran Paris.
“Ke..kenapa lagu itu?” desis Paris panik.

“Aku harus lari dari sini!!!” tekad Paris sedikit gentar seraya menyeret kakinya yang kini sudah berlumur darah akibat pecahan beling tadi.

"BRAKKKKH.."
Tepat disaat Paris hendak melarikan diri tiba-tiba pintu satu-satunya menuju keluar kamar itu terkunci rapat. 
"Ahk..sial!" dengus Paris dengan nafas yang memburu.

Dengan asa yang mulai menipis, Paris terus menerus menggedor-gedor pintu antik itu. "Siapapun, tolong bukakan pintu ini..." pintanya dengan suara yang mulai mengecil. Namun, untuk ke sekian kalinya sesuatu yang entah bagaimana bentuknya kini muncul dengan gontaian kaki yang tampak aneh. Tubuhnya ringkih dengan dibalut kulit yang terlihat keriput dan kasar. Makhluk itu menyeringai janggal. 
Paris mencoba melontarkan vas bunga keramik yang berada disampingnya. Sial, makhluk itu tetap tak bergeming dan terus melangkahkan benda yang..mungkin "agak" menyerupai sepasang tungkai kaki.

Paris segera meraih gagang pintu itu, berharap daun pintu itu dapat terbuka lagi. "CKRAKK..." Ahh..berhasil! Pintu pun tak sengaja terbuka. Angin nampaknya berhembus semakin deras meraung-raung menembus jendela kamar. Tak peduli, makhluk itu nampaknya seperti orang bodoh berjalan menuju tempat Paris berdiri.

Cepat-cepat ia berlari sekencang mungkin. Paris tak menghiraukan meskipun telapak kakinya masih bersimbah darah akibat pecahan beling sialan itu. Dengan dibekali sisa tenaganya, Paris berlari menuju kamar khusus rektor kampus itu.

"Nyonya Brighton... kumohon buka pintunya. Nyonya?? Nyonya...?" panggil Paris bertubi-bertubi dengan nafas yang masih tersengal-sengal. 
"Ada apa malam begini, Paris??" Sedetik kemudian muncul perempuan paruh baya berkacamata tebal dengan rambut keriting pirangnya. 

"Kau tak akan percaya, Nyonya. Dan..." Entah apakah karena takut atau sebab lainnya, tangisan Paris membuncah. "Aku yakin, kau tak akan mempercayainya" Paris mengulangi ucapannya.

Nyonya Brighton semakin tampak bingung. "A..apa maksudmu?" Ujarnya dengan kedua alis terangkat.

Belum sempat Paris menjelaskan semuanya, mendadak datang segerombolan perempuan "norak" itu. "Hey, Nyonya Brighton... dan, huh..Paris? Untuk apa kau berada disini?" tanya Alexa dengan tatapan penuh selidik.

"Wah, kau menangis ya?" ejek Shally cengengesan.

"Nyonya, ada apa dengan bocah ini?" Alexa mengalihkan pandangannya.

Sedangkan Nyonya Brighton hanya mengangkat kedua bahunya saja. "Entahlah, kau tanya sendiri saja" sahut Nyonya Brighton menggeleng-geleng kecil.

Cepat-cepat Paris mengusap seluruh sisa airmatanya. "Ti..tidak ada apa-apa..." sahut Paris sedikit acuh lalu berbalik menuju kamarnya kembali.

Alexa tercenung heran. "Kenapa anak itu?" tanyanya bingung, lalu tertawa kecil.

Paris mendengus kesal. Ia ingin sekali membuktikan bahwa hal itu memang ada!
"Paris~" 
Paris tersontak kaget. Ah~ ternyata Aidan. 

"Kau malam-malam begini belum juga tidur?" tanya lelaki itu seraya mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk mungilnya.
"Jadi... Apa itu mengganggumu?" balas Paris ketus. Aidan hanya mencibir lalu meraih gagang pintunya. 
"Oh!!" Aidan sengaja membuat Paris terperanjat. Dasar bocah sialan! Batin Paris geram.
"Aku tahu..." Aidan tersenyum aneh seraya melangkah mendekati Paris. "Aku tahu...kau tak bisa tidur karena terus memikirkan aku. Benar kan?" goda Aidan dengan mencondongkan wajahnya ke arah Paris.
Dengan segera Paris mendorong wajah konyol Aidan agar menjauh darinya."Ini sudah malam, hentikan tingkah konyolmu!" desis Paris campur aduk, lalu kembali ke dalam kamarnya.
"AHAHAHAHAH" Aidan tertawa lepas. Ia terus terkekeh-kekeh bagaikan anak kecil yang baru saja medapatkan terompet tahun barunya. Benar-benar konyol!

Sejenak Paris ikut menahan tawanya karena ulah aneh Aidan tadi. Tapi itu hanya berlangsung sekejap. Paris merasakan atmosfer yang tak menyenangkan dan...mungkin bisa dibilang tampak asing dari seperti kamar asrama biasa.
Paris mengehela nafasnya. Tulisan itu!!! Tidak, itu sudah menghilang. Lemari yang tadinya sempat "roboh", yang  entah bagaimana caranya kini sudah kembali berdiri seperti semula. Ruangan yang tadinya sudah terlihat sungguh dan sangat berantakan, kini sudah kembali tertata rapi. A..apa maksud semua itu?
Malam itu memang menyisakan suatu hal yang...yaa entah apa lah. Pukul 01.27. Suasana asrama kini sudah semakin sepi. Memang, masih sedikit terasa berisik karena seperti biasa, Alexa dan dedengkotnya itu masih sibuk berajojing dengan musik-musik aneh tanpa peduli waktu. Mrs. Gordon, si penjaga asrama pun sudah capai mengingatkannya. Namun, Paris dapat merasakan bahwa malam ini mulai sepi karena mungkin tak ada "sesuatu" atau "seseorang" yang terus menerus menggedor pintu kamarnya seperti biasa. Dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya terganggu.
Paris merebahkan tubuh indahnya ke atas ranjang itu. Ia berusaha untuk tak terlalu memikirkan hal tadi. Ya begitulah Paris, ia menganggap apapun di dunia ini adalah hal yang "tak terlalu" besar, yang mungkin memberinya sedikit kesempatan untuk tak membuang-buang waktu guna memikirkannya.
Kini Paris sudah terlelap. Benar-benar terlelap.

When you’re all alone
Just take my hand
Hold on
Call my name, and i’ll make you strong
Don’t regret to know me
Don’t stay around
Because i’m on your side
To help you, killing for someone...

Paris mungkin sudah terlalu jauh melintasi alam bawah sadarnya. Sekarang, sepertinya ia kembali ke masa lalu—entah di era kapan—dan lagi-lagi ini bersetting kampus!

"Siapa gadis itu?" gumam Paris bingung tatkala mendapati seorang dara yang nampaknya seusia dengannya. Tanpa disadari atau tidak, Paris dan gadis itu memiliki wajah yang serupa. Yaa sekali lagi, SERUPA.
Paris terkecoh. Apakah itu dirinya, atau orang lain yang memang kebetulan memiliki rupa yang sama. Paris terus mengamati gerak-gerik gadis itu. Dan Paris tahu, bahwa gadis itu dulu pernah menuntut ilmu di kampus ini. 
"Hai Noel...!" sapa seorang gadis dengan tatanan rambut gothic kepada gadis-yang-mirip-Paris-itu.
Noel? Itukah nama gadis tersebut? Batin Paris semakin penasaran. Ia yakin, gadis itu sangat berkaitan dengan hal janggal yang akhir-akhir ini sering menghantui dirinya.

Tak lama gadis yang diketahui bernama Noel itu menghampiri seorang pria bergaya ala rapper dengan bibir mengapit sebatang rokok. 

Sayangnya, Paris tak dapat mendengar percakapan mereka dengan jelas. Tunggu! Paris baru saja mendapatkan satu petunjuk. 
Yep, benar ruang fakultas desain grafis. Fakultas Aidan! Tidak salah lagi. Paris mendapati Noel dan teman-temannya duduk bercengkerama tepat di koridor ruangan itu. 

Misi selanjutnya, Paris harus mencari nama lengkap gadis itu. Tapi bagaimana caranya? Bertanya langsung pada gadis berambut coklat itu? Sedangkan jasad Paris kini sedang transparan, dan kemungkinan kecil gadis itu dapat melihatnya.
Tiba-tiba sepasang bola mata Paris tertuju pada sebuah papan nama yang sedang digenggam pria rapper itu. Baiklah, mungkin dengan ini bisa mempermudah langkahnya. Pikir Paris.
"Nomor urut 16, Noel R. Anderson... ah~"
Belum sempat Paris mengintip papan nama itu, lelaki itu segera berlalu sembari menenteng benda tersebut. Siaaaaaal.
Kampus berubah sepi. Tak ada siapa-siapa disana. Noel?! Gadis itu dimana? Paris segera mengedarkan seluruh pandangannya hendak mencari kemana perginya gadis misterius itu. 

"BRAKKHHH...KRAAAKKKH!"
Paris dapat mendengar dengan jelas suara itu. Tanpa berpikir panjang lama lagi, gadis bermata biru itu segera berlari melihat apa yang terjadi.

Dan...

TRAGIS. Seorang gadis jatuh dari balkon asrama dan sialnya lagi Paris tak tahu persis dari tingkat berapa gadis itu terjatuh. Namun sepertinya cukup parah dengan kepala dan muka yang kini sudah...
Astaga, mimpi ini hampir sama dengan bayangan dimana Paris masih berada dalam acar pemakaman Nicole. "Gadis yang mati terbunuh dengan modus terjatuh dari...balkon," dan waktu itu, korban kekejian itu adalah Chloe! Lantas, Paris menjongkokan tubuhnya untuk memastikan siapa gadis ini.

"A..apa-apaan ini...?!!" Paris tercengang bercampur histeris. Gadis ini, gadis yang bertatanan ala gothic yang tadi bersama...Noel. Ada apa dengan gadis ini? Kenapa gadis ini mati terbunuh? Noel? Apakah ini berhubungan dengan Noel?

Paris hendak menoleh ke arah belakang. Diluar dugaan, Noel sudah berada tepat dibelakang punggung Paris dengan pisau dapur yang kini ia genggam. Belum sempat Paris menghindar, gadis itu segera mengayunkan pisaunya ke arah Paris, dan tentu saja....

"AHHHHHHHHHHHHHHHH~"
Paris terbangun dari tidurnya. "Noel..." desis Paris lirihnya. Kini badannya basah oleh peluh dingin, nafasnya terus memburu. Pukul 03.49 dinihari. Masih tampak gelap dengan udara dingin menyelimuti.
                                                               XOXOXOXO

 
    "Ayah..." Paris menelepon ayahnya pagi itu, ia ingin menceritakan semuanya pada Michael. Ia tahu, hanya Michael lah orang satu-satunya dapat percaya dengan ini, selain Aidan dan Chloe.

   "Iya Parry?" sahut Michael dari seberang sana.

   "Ayah, kau mungkin tak percaya dengan ini. Tapi sungguh ayah, aku merasakannya!" 

   "Apa maksudmu, Nak?" jawab Michael tak paham.

   "Begini..." Belum sempat Paris meneruskan pembicaraannya, keburu Chloe memanggilnya dari luar kamar untuk mengajaknya berangkat ke kampus sebentar. Paris berdecak kesal.
"Ma..maaf  ayah, sepertinya nanti saja aku ceritakan padamu," cepat-cepat Paris memutuskan hubungan telfonnya dan segera keluar kamar.
Seperti biasa, di kelas Paris hanya menyendiri dan terkadang orang-orang disekitarnya mencemoohnya karena kasus kematian Nicole tempo hari.
"Hey b*tch, masih berani kau muncul?!!" hardik Waggos, pria kulit hitam dengan tindikan di lidah itu. 
"Memang kenapa?" sahut Paris acuh tak acuh.
"Kenapa? HAHAHA! Kau masih bertanya kenapa? Dasar pembunuh tidak tahu diri!!!"
Paris benar-benar sakit hati dengan perkataan mulut sampah itu. Namun, ia lebih memilih diam, diam, diam dan diam entah sampai kapan ia harus diam.
Sedetik kemudian, Ms. Hoang,  dosen  blasteran American-Vietnamese itu masuk ke kelas membuat seisi ruangan diam tak berkutik. Tatapan sangar dari mata sipit perempuan itu mampu menyihir seluruh mahasiswa sekampus untuk segera mati berdiri. Kecuali Paris. Mata beningnya itu terus saja menelusuri apa-apa yang berada diluar jendela itu.
Mendadak, Paris menangkap seorang gadis sedang berdiri dibawah pondok yang berhadapan dengan jendela kelas. Paris yang kebetulan duduk di pojok, sampingjendela dapat melihatnya dengan jelas. Lagi-lagi dengan rasa penasaran yang tinggi, Paris ingin tahu siapa gadis itu. Kenapa disaat jam begini gadis itu masih saja diluar kelas. Apakah dia bolos? Atau dihukum? Atau...
Bukan, sepertinya gadis itu bukan mahasiswa sini.  Gadis itu masih tampak terlalu kecil untuk menjadi mahasiswi disini. Dan, gadis itu mungkin...
Paris berusaha membongkar kembali seluruh memori ingatannya. Kalau tidak salah, gadis itu juga pernah berada disitu dan Paris melihatnya. De javu. Mungkin Paris mengalami sindrom yang hampir mirip dengan sixth-senses itu. Entahlah...
Gadis itu mengangkat kepalanya, wajahnya tampak begitu pucat melebihi pucatnya pengidap vitiligo ataupun albino. Refleks saja gadis mungil tersebut balas menatap Paris, jadi kesimpulannya Paris dan gadis itu saling bertemu pandang. Tatapan Paly--sebutan Paris kepada gadis kecil itu--sangat dingin, walaupun sinar matahari menerpanya kala itu. Mata karamelnya sangat tajam membuat Paris sedikit bergidik, namun itu tak mebuat Paris melepaskan pandangannya dari gadis berponi rata tersebut. Lamat-lamat Paris mengamatinya. Rambutnya coklat gelap, panjang sebahu dengan poni rata menutupi alisnya. Bibirnya tipis namun pucat. Umurnya mungkin masih sekitar 14 tahunan.
"NONA JACKSON!!"
Sontak Paris terlonjak dari duduknya mendengar betapa dahsyatnya bentakan Ms. Hoang yang menggelegar ke seluruh penjuru ruangan. Membuat jantung disetiap orang yang mendengarnya berpacu hebat. 
"Apa yang kau lihat diluar sana??!" tegur wanita Vietnam itu sinis dengan suara beratnya.
"Itu...tadi, aku melihat seorang mahasiswi berdiri dibawah pondok tersebut dan aku penasaran apakah dia sengaja bolos dari kelasnya,atau..." 
"Mahasiswi? Siapa?!" potong Ms. Hoang.
Paris segera menunjuk ke arah luar. Dan begitupun dengan Ms. Hoang, ia mencondongkan kepalanya ke luar jendela. "Mahasiswi mana yang kau maksud?"
"Gadis berambut coklat disana..." jawab Paris cepat.
"Tak ada siapapun disana...!! Apa kau ingin menipuku, Nona Jackson?!!" bentak Ms. Hoang ganas. 
Paris menggeleng cepat. "Tidak...percayalah padaku, tadi itu.." Namun sekeras apapun Paris mengelak, tak ada kata ampun bagi Ms. Hoang.
Sial. Secepat itu, gadis pucat tersebut menghilang. Kemana dia? Siapa dia? untuk apa dia disini?
"Noel R. Anderson" mendadak ingatan Paris terputar kembali menuju mimpi dimana ia berjumpa dengan gadis yang serupa dengannya. Paris makin tak mengerti, kenapa hanya dia yang mengalami kejadian gila itu? Kenapa bukan yang lainnya saja? Kenapa harus Paris?

No comments:

Post a Comment

Welcome to my blog
go to my homepage
Go to homepage